Sabtu, 15 Oktober 2011

BELAJAR DARI SEJARAH MODERNISASI JEPANG

BELAJAR DARI SEJARAH KEMAJUAN JEPANG



A.      Pendahuluan
Jepang  merupakan sebuah negara di kawasan Asia Timur yang pada saat ini tengah menjadi kilat pembangunan bagi negara-negara berkembang. Keberhasilan Jepang dalam membangun ekonominya adalah karena usaha bangsa Jepang  sendiri. Munculnya Jepang sebagai kekuatan ekonomi raksasa di dunia dari keadaan masyarakat  feudal – agraris yang  miskin  dalam waktu  hanya 100 tahun  merupakan suatu riwayat keberhasilan. Jika kita melihat keberhasilan yang dimiliki Jepang itu, maka dapatlah dikatakan bahwa hal tersebut merupakan suatu keajaiban. Jepang yang pada abad ke-19 merupakan negara yang masih terbelakang, kini menjadi sebuah negara  industri yang produknya hampir seluruhnya mengalir ke seluruh kawasan di dunia. Keberhasilan Jepang ini didukung oleh sumber daya yang ada, yakni sumber daya manusianya. Heru U. Kuntjorojakti memberikan analsisnya yang terperinci tentang perilaku ekonomi Jepang untuk mencapai keberhasilan, antara lain adalah semangat kerja dari orang-orang Jepang yang luar biasa dan rasa identitas pekerja-pekerja-pekerja Jepang dengan perusahaan tempat kerjanya. Secara internasional Jepang adalah lebih mementingkan Jepang daripada negara lain di dunia. Namun keberhasila ini hampir-hampir dengan sendirinya memaksa Jepang untuk memiliki kekuatan militer. (Kuntjorojakti, 1983: 39)
Secara umum dapatlah dikatakan bahwa sejak terjadinya Restorasi Meiji, perkembangan ekonomi Jepang terus naik secara fantastis, meskipun sesekali terjadi depresi ekonomi. Peranan para pengusaha besar pemilik modal  dalam awal pembangunan tidak bisa dilepaskan begitu saja. Dalam usahanya melangkah ke industrialisasi, pemerintah Meiji telah melakukan kerjasama dengan para pengusaha yang memiliki modal untuk mendukung pembangunan ekonomi khususnya dan bidang-bidang lain umumnya.
Suatu negara,  jika ingin pembangunan ekonominya berhasil  maka harus memenuhi persyaratan-persyaratan antara lain adalah atas dasar kekuatan sendiri dengan bertumpu pada kekuatan dan kemampuan perekonomian dalam negeri, kemudian adanya perubahan structural, yaitu perubahan dari masyarakat pertanian tradisional menjadi ekonomi industri modern, yang mencakup perubahan lembaga, sikap sosial, dan motivasi serta adanya prasyarat sosial budaya yang menunjang pembangunan. Sedangkan faktor yang berpengaruh dalam pertumbuhan ekonomi adalah modal, di samping sumber daya alam dan manusia. (Wiratmo, 1992 : 7-8)

B.      Awal Modernisasi Ekonomi
Dalam usahanya untuk mempercepat perkembangan ekonomi, maka Jepang berusaha untuk melaksanakan perubahan-perubahan besar dalam sector ekonomi yang didukung oleh perubahan dalam sektor pendidikan dan pemerintahan serta sosial. Pemerintah Jepang pada masa Meiji telah berani mengambil resiko yang besar untuk melakukan percepatan dalam ekonomi terutama pada masa peralihan, di mana terjadi perombakan dari sistem ekonomi tradisional ke sistem ekonomi modern.
Perubahan yang terjadi dalam struktur pemerintahan maupun dalam sosial, seperti dalam hal penghapusan kelas samurai  membawa pengaruh pada kehidupan kaum samurai sendiri. Mereka yang tidak tertampung dalam pemerintahan dan militer memilih untuk terjun ke bidang-bidang pertanian, industri ataupun perdagangan. sebagai contoh adalah Iwasaki Yataro pendiri Mitsubishi dan Eichi Shibusawa yang memimpin Bank Daiichi. Hal ini memberi angin kepada sektor swasta untuk berkembang, sehingga sektor swasta menjadi alat bagi modernisasi Jepang, dan pemerintah sebagai pengawas dalam kegiatan tersebut.
Permulaan industrialisasi Jepang didukung oleh faktor pendidikan umum yang relatif  tinggi, akumulasi modal, dan keputusan dari pihak pemerintah untuk memajukan modernisasi, ketiganya merupakan gabungan danmerupakan satu kesatuan unsur yang perlukan untuk melaksanakan modernisasi dan industrialisasi. (Nakamura dan Grace, 1985: 6). Meskipun demikian faktor yagn menentukan adalah jiwa kewiraswastaan, karena tanpa ini dan penerimaan konsep kapitalisme oleh masyarakat, secara tidak langsung dapat diartikan bahwa tidak ada industrialisasi oleh pemerintah yang akan berhasil.
Untuk mendukung pembangunan ekonomi salah satu faktor yang berpengaruh adalah adanya kebijakan pemerintah untuk memajukan tingkat pendidikan masyarakat Jepang. Pemerintah mulai mengadakan pendidikan wajib dan bebas bagi seluruh rakyat selama empat tahun dan dibukanya berbagai macam dan tingkat sekolah hingga tingkat universitas. Sedangkan sistem pendidikan yang digunakan disesuaikan dengan sistem pendidikan Barat, sehingga memberikan landasan untuk mengejar ketertinggalan Jepang dalam ilmu dan teknologi. Salah satu langkah yang dilakukan adlah mulai diadakannya penterjemahan berbagai buku ilmu ke dalam bahasa Jepang. Dengan adanya kesempatan yang luas dalam pendidikan ini, maka hasil yang didapat oleh para pemimpin Jepang adalah semakin meningkatnya mutu seluruh rakyat, tumbuhnya kesetiaan  kepada negara dan pemerintah, dan digerakkannya semangat untuk mempu belajar, sehingga hal ini memperkuat partisipasi rakyat dalam pelaksanaan modernisasi Jepang
Faktor pendidikan ini nantinya berpengaruh besar sekali kepada pertumbuhan Jepang menjadi suatu negara modern dan kuat dalam bidang ekonomi. Dengan pendidikan yang meluas akan tercipta tenaga manusia yang cakap dalam proses produksi dalam jumlah besar.; (Suryohadiprojo, 1987: 29). Perluasan pendidikan akan menciptakan tenaga-tenaga ahli di bidang-bidang yang diperlukan  untuk pembangunan demi kemajuan ekonomi, sebagaimana yang diungkapkan oleh Baldwin, bahwa perluasan sistem pendidikan adalah penting khususnya di dalam usaha untuk melengkapi ahli-ahli yang menkhususkan diri dalam teknik yang dapat menciptakan teknologi baru, dan kemajuan teknologi ini merupakan kondisi yang diperlukan  untuk kemajuan ekonomi. (Baldwin, 1980: 19).
Awal modernisasi ekonomi bagi pemerintah Meiji merupakan suatu langkah untuk meletakkan landasan yang kokoh bagi perkembangan ekonomi modern di Jepang. Pada masa Meiji ini pula mulai dibentuk kerangka sistem baru, yaitu :
1.    sistem moneter nasional dengan Bank Jepang sebagai penerbit tunggal uang kertas;
2.    sistem fiskal berdasar pajak tanah;
3.    perluasan infrastruktur, termasuk jalan kereta api dan perkapalan;
4.    sistem pos dan telegraf di seluruh negeri;
5.    penggunaan  organisasi saham bersama sebagai bentuk badan hukum;
6.    impor mesin-mesin dan ahli teknik asing dan;
7.    pabrik-pabrik yang dijalankan pemerintah.
Dengan dasar rangka sistem tersebut, pemerintah telah berani memutuskan untuk memulai industrialisasi melalui kebijakan Shokusan Kogyo (mengembangkan industri dan memajukan perusahaan), sehingga Jepang mulai masuk ke dalam suatu tatanan ekonomi modern.

C.      Usaha Alih Teknologi
Industri di Jepang diperkenalkan secara bertahap dalam urutan tertentu, hal  ini sebagai pengaruh dari pemikiran pencerahan yang sejak jaman Bakumatsu sampai restorasi Meiji  telah muncul. Prinsip Wakon Yosai  (semangat Jepang dan ilmu pengetahuan Barat) merupakan salah satu ekspresi dari prinsip absorbsi, memasuki jaman Meiji berubah menjadi Saicho Hutan  (terima yang baik dan perbaiki yang kurang). (Surajaya, 1983: 15). Dalam usahanya untuk alih teknologi ini, pemerintah Meiji membuka pendidikan bagi seluruh negeri agar masyarakat mampu berperan serta dalam usaha alih teknologi tersebut.
Alih teknologi di Jepang dijalankan dengan giat sekali. Caranya adalah dengan mengimpor mesin-mesin, kemudian dipelajari cara menjalankan mesin-mesin itu, cara memelihara, memperbaiki kalau rusak, bahkan akhirnya dibongkar untuk ditiru serta dibuat sendiri. Alih teknologi ini memgang peranan sangat penting di dalam pembangunan ekonomi baru dan industrialisasi Meiji. Dengan dasar masyarakat Jepang yang telah mengenal cara berpikir ilmiah (rasional), maka alih taknologi dapat dipercepat.
Yang dimaksud  dengan alih teknologi Jepang adalah bagaimana Jepang mencari atau mengembangkan teknologinya yang diperoleh dari negara Barat dan bukannya bagaimana Jepang “diberi” teknologi oleh negara Barat. Setelah Jepang memiliki teknologi, bagaimana dia memanfaatkannya di dalam negeri maupun di luar negeri untuk kepentingan bangsa dan negaranya, bukannya bagaimana Jepang memberikan teknologinya kepada bangsa-bangsa lainnya yang masih terbelakang. Alih teknologi yang dalam bahasa Jepang disebut gijutsu ido digunakan dalam konteks pengalihan teknologi dari atau ke luar negeri. Sedangkan penyebaran teknologi  atau gijutsi denpa  digunakan dalam konteks penyebaran teknologi di dalam negeri. (Surajaya, 1990: 41).
Dalam usahanya alih teknologi, yang dilakukan pertama oleh Jepang adalah pengumpulan modal, karena dengan modal yang besar maka usaha untuk melakukan alih teknologi dapat berhasil. Motivasi Jepang pada jaman Meiji untuk melakukan industrialisasi telah mengakibatkan alih teknologi berjalan cepat. Alih teknologi telah mengarahkan Jepang untuk membangun sarana-sarana yang diperlukan dalam rangka industrialisasi, sehingga dengan alih teknologi, Jepang telah menciptakan suatu kerangka landasan untuk menuju negara industri.
Faktor pertama yang mendukung pemerintah Jepang untuk mengembangkan industri dasar dan pertanian tradisional adalah faktor sumber-sumber tambangJepang. Faktro ini memerlukan sistem peralatan modern untuk mengeksplitsai sumber-sumber tersebut serta memerlukan sistem pengangkutan yang ekstensif karena menyadari bahwa Jepang dikelilingi oleh laut. Faktor kedua  adalah sutera, yang merupakan komoditi utama Jepang untuk ekspor ke negara Eropa. Oleh karena itu pemintalan sutera perlu adanya mesin-mesin  mekanis yang dapat mempercepat dan meningkatkan produksi. (Reischauer, 1965: 78). Dengan modal yang dimilikinya membantu para pabrikan Jepang di dalam mengimpor mesin-mesin yang diperlukan. 
Usaha Jepang  untuk menjadi negara modern begitu besar dengan melalui alih teknologi. Jepang berhasil membangun industrinya meskipun proses alih teknologi mamakan waktu yang panjang dan tidak mudah. Kepandaian Jepang dalam mengadopsi, mengadaptasi, dan menemukan teknologi baru telah membawa Jepang menjadi suatu bangsa yang sejajar dengan Barat tanpa kehilangan ciri khas bangsa Jepang sendiri meskipun pada awalnya Jepang merasa kesulitan untuk melakukan adaptasi teknologi Barat, sehingga pada awal industrialisasi Jepang hanya berkonsentrasi pada reorganisasi dan pengembangan industri tradisional (tekstil). (Surajaya, 1990: 50).  Indsutri ini merupakan sarana pengumpul modal  yang akan digunakan untuk alig teknologi di samping perlu adanya teknisi-teknisi yang terlatih.

 
D.      Penutup
Jepang merupakan negara yang kecil dengan bentang alam yang kurang menguntungkan. Akan tetapi Jepang merupakan negara di kawasan Asia Timur yang paling maju. Kemajuan Jepang tidak terlepas dari usaha orang-orang Jepang sendiri yang mempunyai komitmen kuat untuk memajukan bangsanya. Keberanian Pemerintah Meiji untuk melakukan restorasi di segala bidang telah membawa Jepang menjadi negara yang berhasil dalam melakukan industrialisasi. Sejarah mencatat bahwa proses modernisasi Jepang melalui beberapa tahap. Modernisasi diawali dengan pembaharuan dalam bidang pendidikan, diikuti dengan pembaharuan di bidang pemerintahan serta struktur sosial.
 Kemajuan Jepang merupakan kerjasama antara Pemerintah Jepang dengan para pengusaha Jepang sebagai pemilik modal. Inilah yang melahirkan Jepang menjadi negara modern dengan hasil industri yang menyebar ke seluruh dunia. Kemajuan Jepang ini juga membawa dampak yang buruk yaitu sifat Jepang menjadi negara imperialis di kawasan Asia-Pasifik. Hal ini dikarenakan Jepang membutuhkan sumber daya alam untuk kepentingan industrinya di samping perlunya daerah pemasaran bagi industri Jepang.
Penting bagi kita adalah belajar dari kemajuan yang dicapai Jepang, terutama adalah semangat (etos kerja orang Jepang). Bagiamana orang Jepang berdisiplin dan loyal dalam bekerja. Orang-orang Jepang sangat profesional dalam berkerja. Kita bisa berkaca pada saudara kita di Asia Timur ini, apakah kita bisa meniru Jepang ? inilah pertanyaan yang harus kita jawab untuk masa depan kita.


Penulis adalah guru IPS SMP Negeri 9 Yogyakarta



Jumat, 14 Oktober 2011

UPACARA TRADISI BEKAKAK

UPACARA TRADISI BEKAKAK
Pada hakekatnya, kesenian Jawa yang asli dan indah selalu terdapat di dalam lingkungan istana raja dan di daerah-daerah Jawa sekitarnya. Sebagai pusat kerajaan-kerajaan besar terdahulu, pulau Jawa khususnya kota Yogyakarta / Jogja memiliki kesenian khas dan kebudayaan yang tinggi, bahkan merupakan pusat serta sumber kesenian di Indonesia. Salah satu budaya yang sekarang masih ada dan diperingati setian tahunnya adalah upacara Bekakak.
A. ASAL USUL BEKAKAK
Upacara Bekakak dilaksanakan setiap bulan Sapar, hari Jumat antara tanggal 10-20, dilakukan untuk menghormati awah Kyai dan Nyai Wirasuta yang menjadi abdi dalem Penangsang HB I, bertugas membawa payung kebesaran Pakubuwono I. Oleh masyarakat sekitar, mereka dianggap sebagai cikal bakal penduduk Gamping. Upacara dimulai dengan kirab sepasang boneka pengantin Bekakak yang terbuat dari ketan dan cairan gula merah. Di puncak acara, Bekakak dibagikan kepada para pengunjung
Bekakak disebut juga saparan bekakak. Disebut saparan karena pelaksanaan upacara bekak jatuh atau berkaitan dengan bulan Sapar. Kata Saparan berasal dari kata sapar (bulan arab) dan akhiran-an berasal dari upacara selametan yang diadakan setiap bulan Sapar. Saparan ini hanya tiruan. Bekakak berati korban penyembelihan manusia atau hewan. hanya saja, bekakak yang disembelih zaman sekarang hanya tepung ketan yang dibentuk seperti pengantin laki-laki dan perempuan yang sedang duduk bersilah. Sebelum diarak untuk disembelih, pada malam sebelumnya diadakan upacara midodareni layaknya pengantin sejati. Menurut kepercayaan masyarakat, pada malam menjelang perkawinan, para bidadari turun ke bumi untuk memberi restu. Orang-orang begadang suntuk demi menyambut kedatangan para bidadari tersebut.
Pada siang harinya, ”pengantin diarak dari Balai Desa Ambarketawang, Sleman, Yogyakarta , menuju ke Gunung Gamping. Ini adalah tempat Kyai Wirasuta dan Nyai wirasuta, abdi dalem Sri Sultan HB 1, yang hilang tanpa bekas. Kyai Wirasuta adalah abdi dalem penongsong , abdi dalem pembawa payung ketika Sri Sultan HB1 bepergian . Ketika Sultan pindah dari Ambarketawang ke keraton yang baru, abdi dalem ini tidak ikut pindah dan tetap tinggal di Gampingan. Ia menjadi cikal-bakal penduduk disana . Ia tinggal didalam gua dibawah Gunung Gamping tersebut.  Pada hari Jumat Kliwon sekitar tanggal 10-15 bulan sapar, menjelang purnama terjadi musibah yang menimpa Kyai Wirasuta sekeluarga. Tiba-tiba gunung gamping yang didiami runtuh. Kyai Wirasuta sekeluarga beserta hewan kesayangannya berupa Landak, gemak, dan merpati terkubur oleh reruntuhan.
Sri Sultan HB 1 segera menitahkan kepada para prajuritnya untuk mencari jenazah mereka, akan tetapi jenazah kyai wirosuto dan Nyai wirosuto tidak ditemukan. Maka Sri Sultan memerintahkan kepada abdi dalem keraton supaya setahun sekali, setiap bulan Sapar antara tanggal 10-20 untuk membuat selamatan dan ziarah di desa ambarketawang tepatnya di Gunung Gamping, dengan tujuan untuk mengenang jasa dan kesetiaan Ki Wirasuta sebagai abdi dalem yang loyal sampai akhir hayatnya.
Penyembelihan bekakak dimaksudkan sebagai bentuk pengorbanan untuk para arwah atau danyang-danyang penunggu Gunung Gamping. Dengan tujuan agar mereka tidak mengambil korban manusia, sekaligus berkenan memberikan keselamatan kepada masyarakat yang menambang batu gamping di sana. Karena kebanyakan masyarakat disana mencari nafkah dengan cara menambang batu. Dan inilah photo upacara tradisi bekakak tahun 2009.
Jogjakarta memang menyimpan beragam khasanah kebudayaan, yang mungkin masih jarang diketahui oleh para penduduk luar Jogja. meskipun penduduk Jogja masih banyak yang awam tentang keanekaragaman budaya yang ada karena sebagian dari mereka adalah para pendatang. Salah satu kekayaan budaya yang gaungnya masih kalah menggema dibandingkan grebeg mulud, yaitu upacara Saparan atau dikenal pula dengan sebutan Kirab Bekakak.Kirab bekakak yang diadakan setiap tahun di Gamping, Sleman ini sejatinya masuk dalam kalender pariwisata pemerintah Kabupaten Sleman dan pemerintah Provinsi DIY. Namun entah karena lokasi pelaksanaannya yang jauh dari pusat kota, atau lantaran faktor yang lain, acara yang satu ini memang jauh kemeriahannya dibandingkan grebeg mulud atau sekatenan. Acara ini sendiri diadakan tiap hari Jum’at, minggu ke tiga bulan Sapar (nama bulan dalam penanggalan Islam). Kenyataannya, kirab bekakak ini tidak kalah menarik untuk dinikmati dan diikuti.
Dalam setiap penyelenggaraannya, rute Kirab diawali dari Balai Desa Ambarketawang, berjalan menuju Pesanggrahan Ambarketawang yang terletak di Gunung Gamping. Dalam Kirab tersebut diaraklah dua pasang boneka penganten, disebut pula bekakak, yang dibuat dari tepung beras ketan yang diisi juruh atau gula merah yang dicairkan. Selain arakan bekakak, Kirab juga diikuti oleh brigade prajurit serta rombongan berbagai macam kesenian tradisional. Sesampainya di Pesanggarahan, penganten atau bekakak tersebut disembelih hingga keluar juruhnya, dan makanan yang ada dijodang kemudian disebarkan ke arah pengunjung.
Para pengunjung selalu dengan rela menunggu sambil berdesak - desakan untuk mendapatkan bagian dari bekakak tersebut. Mereka percaya, walaupun sedikit, tubuh bekakak yang terbuat dari ketan itu bisa mendatangkan berkah bagi mereka yang berhasil mendapatkannya. Tradisi seperti ini memang masih melekat pada sebagian masyarakat Jawa pada umumnya dan Jogja pada khususnya. Orang menyebutnya ngalap berkah. Adapun cerita di balik penyelenggaraan kirab bekakak ini dipercaya berawal dari meninggalnya Ki Wirosuto bersama keluarganya akibat runtuhnya Gunung Gamping. Ki Wirosuto sendiri adalah abdi Raja Mataram, Sultan Hamengkubuwono I.
Upacara Saparan ini merupakan perintah dari Sultan kepada Demang Gamping untuk mengadakan selamatan dengan membuat sepasang boneka yang terbuat dari tepung beras ketan berisikan gula merah cair. Boneka tersebut harus disembelih sebagai simbolisasi pengorbanan Ki Wirosuto.
Adapula cerita lain yang menyebutkan bahwa tradisi ini ditujukan pula untuk keselamatan bagi penduduk setempat yang pada umumnya berprofesi sebagai pengambil kapur gamping. Konon dahulu banyak orang yang tergelincir dan meninggal saat mengambil gamping. Dan anehnya kecelakaan yang merenggut nyawa itu selalu terjadi pada bulan Sapar. Oleh karena itu dengan diadakannya tardisi Saparan, warga setempat percaya bahwa tradisi ini sanggup memberikan kedamaian serta ketentraman bagi mereka. Dengan menjaga dan melestarikan tradisi ini, segala kesialan dan mara bahaya dipercaya bisa menjauh dari masyarakat setempat.
Peran sesajen dalam usungan kirab yaitu sebagai simbol membina hubungan batiniah yang harmonis antara manusia, Tuhan, dan semesta.Setiap kirab selalu diawali penyerahan patung bekakak kepada perangkat desa setempat. Sekaligus penyerahan air suci Tirto Donojari dan Tirto Mayangsari yang diambil dari sumber air di lokasi bekas Keraton Ambarketawang.Dan, kirab selanjutnya bergerak menuju Gunung Gamping dan Gunung Killing yang berjarak 4 kilometer dari lapangan Ambarketawang. Sampai di sana sepasang bekakak akhirnya disembelih.
Buat Masyarakat jogja, perayaan Sapar-an Bekakak selalu berkembang sesuai zaman. Semula fungsinya sebagai tanda syukur atas jasa kesetiaan Kiai Wiro-suto sekeluarga kepada raja. Belakangan tradisi itu sedikit bergeser menjadi sarana tolak bala agar masyarakat yang mencari batu gamping terbebas dari malapetaka.Pada masa kini, upacara tradisional dengan menyembelih sepasang bekakak akhirnya menjadi produk pariwisata.Adat seperti Saparan Bekakak ialah satu dari sekian banyak kekayaan budaya yang ada di Yogyakarta.
B.         Tahap-tahap dilaksanakannya upacara bekakak
Upacara bekakak ini dilaksanakan dengan empat tahap, diantaranya:

1.         Tahap Midodareni Bekakak
2.         Tahap Kirab
3.         Tahap Nyembelih Pengantian Bekakak
4.         Tahap Sugeng Ageng

Sebelum acara dilaksanakan, ada semacam mujahadahan yang dipimpin oleh sesepuh dari desa ambarketawang lalu dilaksanakanlah dengan arak-arakan peserta kirab dari berbagai “bregada” (prajurit),20 pasukan berkuda,4 pasukan bergajah, 2 bekakak, dan itu dimulai dari halaman balai desa Ambarketawang menuju Gunung Gamping yang berjarak 5 km, pada hari kamis mulai jam 20.00 dalam bentuk Midodareni serta pagelaran wayang kulit.
Puncak acaranya berupa kirab bekakak pada hari jum’at di desa Ambarketawang, kirab diawali upacara resmi yang dimeriahkan pertunjukkan tari gambyong(dahulu) dan kalau sekarang dengan (tahlilan,isthighosah) agar diwaktu mendatang lebih baik dari pada dulu. Peserta kirab dibagi menjadi 3:

1.         pra kitab: peserta peleton inti & drum band
2.         kirab adat: manggalayuda (pemimpin) kirab,              4 (pasukan bergajah), 20 (pasukan berkuda),            2 bekakak
3.         kirab penggembira: kesenian yang beraneka ragam,misalnya: tarian-tarian, dll.

C.         Nilai Norma-norma dalam upacara bekakak
Proses terbentuknya sistem keagamaan pada masyarakat yang belum mengenal tulisan, berawal dari munculnya emosi keagamaan sehingga mempengaruhi manusia untuk melakukan aktifitas-aktifitas ritual. Dengan memiliki emosi keagamaan itu segala sesuatu yang tidak berarti, memiliki nilai keramat.

KESIMPULAN
Upacara Bekakak dilaksanakan pada minggu ke 3 dibulan sapar dan mulai hari kamis jam 20.00, sampai hari jum’at pada waktu nyembelih bekakak pada jam 16.00, bekakak terbuat dari ketan dan gula jawa, acara tersebut dilaksanakan guna mengenang jasa ki wirosuto dan nyi wirosuto yang mengabdi kepada sri sultan sampai meningga. Lalu sultan mengatakan kepada abdi dalemnya untuk mengadakan selamatan setiap tahun pada bulan sapar, tepatnya tanggal 10-20 bulan sapar.
Upacara diadakan atas perintah Pangeran Mangkubumi, dan upacara tersebut dilaksanakan dengan empat tahap: tahap midodareni, kirab,nyembelih pengantin, sugeng ageng. Peserta kirab dibagi menjadi tiga: pra kirab, kirab adat, kirab penggembira. Tujuannya untuk nyelamati (mendo’akan) ki wirasuta dan nyi wirosuto, serta menyedekahkan sebagian hasil panen mereka untuk bersama Dan sebelum upacara nyembelih bekakak pengantin, ada ritual khusus semacam mujahadahan dan tahlilannya juga.

Sumber